Selasa, 25 Mei 2010

ANTARA SENIORITAS DAN PRESTASI

Dinas pendidikan kota Serang membuka seleksi kepala sekolah, walaupun daerah ini relatif baru tetapi tidak dapat dijadikan alasan kalau sistem yang digunakan dalam masalah ini relatif baru atau bahkan tidak baru sama sekali. Namun sangat disayangkan waktunya relatif singkat. Kenapa tidak dicoba pola rekrutmen kepala sekolah dengan jalur yang tidak memandang suka dan tidak suka dari kepala sekolah, tetapi mereka yang diusulkan oleh guru dan pegawai yang ada di sekolah itu dengan dukungan 50 persen misalnya, kalau dalam pilkada saja membuka kesempatan calon perseorangan kenapa dalam rekrutmen kepala sekolah tidak berani, apakah ada konstitusi yang dilanggar? Kalau peserta yang ikut dalam seleksi kepala sekolah adalah mereka yang dekat dengan kepala sekolah pada unit kerjanya, maka hampir dapat dipastikan mereka adalah orang yang hampir sama dengan para kepala sekolah yang sekarang ini ada, lalu kapan pendidikan ini akan maju? Sulit memang, maka dari itu perlu adanya pola yang ”revolusioner” dalam arti yang positif untuk mempercepat perubahan dalam pendidikan kita. Prestasi di negeri ini memang belum mendapatkan penghargaan yang pantas, selain hanya berupa piagam penghargaan, padahal untuk memajukan pendidikan, sebenarnya upaya yang paling efektif adalah bagaimana instansi seperti Dinas Pendidikan ini mampu memberikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi untuk lebih dapat mengekspresikan kemampuannya dalam realitas dunia pendidikan, tentu seperti menjadi pimpinan lembaga pendidikan termasuk di dalamnya menjadi kepala sekolah.
Pertimbangan Senior
Kalau di KPU Pusat kita mengenal ada nama Andi Nurpati dia adalah seorang guru dari Lampung, kalau di KPU Provinsi Banten kita lihat ada nama Nasrullah ia adalah seorang guru di Kabupaten Serang, lalu pertanyaannya apakah mereka berdua senior? Atau apakah mereka terpilih oleh lembaga yang berada di luar pendidikan karena kesenioritasannya? Tentu bukan, mereka yang pasti adalah guru yang berprestasi dan mengikuti seleksi yang terbuka dan objektif, bukan karena rekomendasi kepala sekolah, tetapi cukup dengan ijin kepala sekolah. Kalau lembaga lain saja bisa menghargai guru yang berprestasi untuk berkompetisi secara objektif dan transparan, mengapa dinas pendidikan tidak berani memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti seleksi kepala sekolah tanpa harus diberi embel-embel rekomendasi dari kapala sekolah, apa yang ditakutkan dari guru berprestasi jika mereka menjadi kepala sekolah? Kita tentu memaklumi bahwa siapapun dengan berjalannya waktu pasti akan menjadi senior, karena waktu tanpa kita minta pasti datang, dan tanpa kita suruh waktupun pasti berlalu, artinya umur tidak pandang bulu, tetapi tentu tidak semua kita akan mampu berprestasi, prestasi hanyalah berpihak pada orang-orang yang terpilih, pemahaman seperti ini tentu hanya dapat dipahami oleh mereka yang berprestasi, namun demikian saya juga yakin para senior yang berprestasipun akan sependapat dalam hal ini, hanyalah mereka yang tidak berprestasilah yang menolak paham seperti ini, lalu kemana sekolah akan dibawa jika para peserta seleksi kepala sekolah adalah orang yang biasa-biasa saja dalam memandang dunia pendidikan, bisa jadi pendidikan kita akan berjalan di tempat atau bahkan mundur seiring dengan hilangnya semangat karena termakan usia. Jika pandangan senioritas hanya sebatas memiliki pengalaman mengajar dan memahami manajemen sekolah masa kerja sepuluh tahun dirasa sudah cukup, selanjutnya tentu pertimbangannya adalah prestasi, kenapa? Sebab jika kepala sekolah adalah orang yang berprestasi maka ”instruksi” yang diberikan kepada bawahannya nantinya adalah ”instruksi” yang memang sudah menjadi bagian dari prinsip hidupnya, bukan karena jabatannya. Disiplin yang ditegakkan kepala sekolah bukanlah disiplin karena jabatan, tetapi disiplin itu memang sudah menjadi darah dagingnya, wibawa yang ada pada diri kepala sekolah bukan karena jabatanya, seakan ia menjadi manusia baru yang tiba-tiba saja berwibawa, tetapi wibawa pengakuan yaitu kewibawaan yang memang sudah terpateri dalam jiwanya selama ia menjadi guru. Visinya untuk memajukan sekolah bukan karena ujian seleksi kepala sekolah, tetapi visi yang memang sudah tertanam jauh, bahkan sebelum ia menjadi guru. Orang seperti ini tentu saja langka, tetapi memang ini yang kita butuhkan karena menjadi kepala sekolah adalah mengatur menejemen sekolah yang di dalamnya para guru yang merupakan profesi yang menuntut persyaratan yang melebihi presiden sekalipun di Indonesia saat ini, karena guru harus berpendidikan S1, sedangkan presiden hanya menuntut persyaratan lulusan SLTA. Kini sudah waktunya memberikan kesempatan yang sama kepada guru untuk mengabdikan dirinya menjadi pimpinan di lembaga yang merupakan pilihan satu-satunya yang mungkin untuk pengembangan karirnya setelah dibatasinya ruang gerak karir guru pada jabatan struktural yang lain, bahkan sampai-sampai pernah terlontar kata-kata bahwa guru yang sekarang berkarir pada dinas pendidikan provinsi kurang maksimal, padahal hal itu terjadi karena pola rekrutmennya pada waktu itu berlandaskan pada ”kedekatan” maupun ”pertemanan” bukan berdasarkan prestasinya. Kalau saja yang diambil adalah guru-guru yang berprestasi, dapat dipastikan prestasi kerjanya jauh akan lebih baik dari tenaga yang ada sekarang, karena mereka yang berprestasi akan selalu belajar dan tidak cepat puas dengan hasil kerjanya, bahkan memiliki visi yang jelas kemana pendidikan kita akan dibawa.
Pola Seleksi
Dengan demikian pola seleksi yang seharusnya dikembangkan adalah pertama, pengumuman seleksi secara terbuka, kalau perlu melibatkan media dalam waktu yang relatif lama bukan hitungan hari, agar mampu menjaring guru-guru berprestasi dan bersifat terbuka untuk guru PNS dengan masa kerja minimal 10 tahun, berkualifikasi S2, golongan IV dan berprestasi, selanjutnya diadakan seleksi administrasi. Kedua, peserta yang lulus seleksi administrasi dikarantina untuk seleksi tertulis dan pembuatan karya tulis ilmiah, hal ini untuk menghindarkan terjadinya duplikasi karya tulis. Ketiga dari tes tertulis dan penilaian materi karya tulis selanjutnya dipilih beberapa orang yang memenuhi standar penilaian yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Keempat presentasi karya tulis oleh tim penguji independen yang terdiri dari unsur perguruan tinggi, dewan pendidikan, dinas pendidikan dan DPRD yang membidangi pendidikan. Kelima, pengumuman hasil seleksi secara terbuka kalau perlu melalui media disertai skor nilai yang diperoleh dari tim penguji.
Kalau saja pola ini dapat dilaksanakan, maka paling tidak kita sudah mampu menjaring orang-orang yang serius dalam berkompetisi dan memiliki kompetensi yang menjanjikan untuk kemajuan sekolah maupun pendidikan pada umumnya, semoga negeri ini masih punya nurani untuk menghargai mereka yang berprestasi. Antara senioritas dan berprestasi, jika semua orang siapapun dia mampu menjadi senior karena berjalannya waktu tentu tidak semua orang mampu berprestasi, karena hanya orang yang terpilihlah yang mampu berprestasi dan hanya orang yang berprestasilah yang seharusnya dipilih, prestasi memang belum menjadi segalanya, tapi penguasaan terhadap materi di hari ini masih sangat menentukan bagi keberhasilan terhadap hampir semua yang menjadi impian kita, kapankah prestasi dihargai secara wajar dan bernilai tinggi, tunggu entah kapan waktunya nanti, yang jelas bukan hari ini.( Penulis adalah guru SMAN 2 Kota Serang )